Sekitar 4 bulanan yang lalu seperti biasa, saya dengan istri jalan-jalan minggu pagi dengan route yang berbeda. Hari itu saya sengaja mengambil rute Tanjung Alun-alun-Tanjung. Sampai di warung bubur ayam priangan di timur alun-alun saya mampir untuk makan. Saat itu saya bayar dengan uang 20 ribuan tapi tidak ada kembaliannya,akhirnya saya bayar dengan uang seadanya dan kurang 1500.
Dari kejadian itu setelah berlangsung lama sampai saya lupa karena tidak pernah lewat sana lagi. Betul-betul lupa dengan tanggungan itu,atau pas ingat malah tidak sempat. Pagi ini saya merasa ada yang mengganjang, 5 hari sebelum memasuki ramadhan. Barulah saya ingat kalau punya tanggungan utang yang terlupakan sebesar Rp.1500 rupiah tadi. Akhirnya dengan naik motor dan sengaja hanya untuk menemui penjual bubur ayam itu saya berangkat. Saat saya bayar itu si penjual mengatakan ah mestinya lupakan saja wong cuma segitu Pak. Dalam hati saya menjawab memang cuma segitu, dan saya yakin pasti sudah untung karena harganyanya memang di atas harga standar waktu itu, tetapi itu kan tetap katagori hutang). Saya katakan bukan masalah cuma segitu,tetapi ini masalah hutang piutang.
Memang di dunia ini tidak ada orang yang terbebas dari hutang piutang,tetapi bagaimana menyelesaikan hutang piutang itu yang setiap orang punya persepsi yang berbeda. Kenyataannya ada yang punya pinjaman ke saya bukan hany sekedar 1 juta,tetapi lebih dari itu,dan itu sudah berlangsung 5 tahun masih juga tetap enjoy tanpa berpikir menggantikan atau membayar. Sebenarnya jika setiap orang punya kesadaran bahwa hutang itu wajib hukumnya untuk dibayar,sekecil apapun,mungkin tidak akan dibutuhkan para penagih hutang yang kadang justru membawa nyawa si penghutang., dan tidak ada orang mengeluh karena piutangnya tidak tertagih. Semua kembali pada kesadaran,apakah dia nyaman dengan hutang yang belum dibayar atau tidak. Mari kita merenung apakah kita masih punya hutang (yang dengan sengaja) tidak ingin membayarnya ?