Jauh sebelum pilgub dilaksanakan saya pernah mengatakan bahwa nasib petahana pilgub Jateng akan sama dengan petahana pilbup Banyumas. Alasan saya menyampaikan itu karena beberapa hal yang sama antara kedua sosok tersebut
1. Keduanya sama-sama pernah menyatakan cukup sekali saja menjadi pejabat daerah,karena modalnya hanya untuk satu periode
2. Keduanya sama-sama pernah menyatakan tidak butuh partai,partai yang butuh keduanya.
3. Keduanya sama-sama punya sikap agak arogan dalam berkomentar terhadap suatu kasus.
4.Keduanya sama-sama mengabaikan partai yang pernah mengusungnya.
4 hal tersebut tentunya akan tetap diingat dan dicata masyarakat untuk digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih calon, termasuk saya. Oleh karena itu wajar jika (pada waktu itu) saya katakan Petahana Jateng akan bernasib sama dengan Petahana Bayumas, dan kemarin terbukti kalau petahana Jateng dikalahkan calon yang diusung PDIP, sama dengan Bayumas.
Pelajaran hidup yang dapat dipetik adalah dimanapun kita berada jaga mulut kita,jangan pernah “sesumbar” yang akan menyakiti hati orang, jangan pernah mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan nurani kita (dlm hal ini masih ingin menjabat,tapi mengatakan tidak butuh lagi),jangan pernah bersikap arogan yang menunjukan jati diri kita sebagai orang yang paling segalanya. Nasib yang sama pernah terjadi juga dengan seorang calon di sebuah Universitas. Bahasa Jawa mengatakan sapa salah seleh,ngati-ati mbok bakal keweleh. Pelajaran hidup yang berbeaya mahal,itupun kalau mau mawas diri.
SEMANGAT PAGI SEMUANYA